Rekonstruksi Sejarah Nusantara (Indonesia)


* 1-2 Juta Tahun Yang lalu

Indonesia sudah didiami oleh manusia, Dan pada rentang waktu inilah fosil manusia tertua ditemukan di Indonesia terutama di Pulau Jawa.

Adapun manusia yang hidup pada masa ini antara lain :

Jenis manusia Purba Pithecanthropus Dengan Ciri-ciri

1. Ciri Meganthropus :

• Hidup antara 2 s/d 1 juta tahun yang lalu

• Badannya tegak

• Hidup mengumpulkan makanan

• Makanannya tumbuhan

• Rahangnya kuat

2. Ciri Pithecanthropus :

• Hidup antara 2 s/d 1 juta tahun yang lalu

• Hidup berkelompok

• Hidungnya lebar dengan tulang pipi yang kuat dan menonjol

• Mengumpulkan makanan dan berburu

• Makanannya daging dan tumbuhan

* 25.000 – 40.000 Tahun yang lalu

Ditemukannya fosil Homo Sapiens yang mendiami Pulau Jawa,

Ciri jenis Homo :

• Hidup antara 25.000 s/d 40.000 tahun yang lalu

• Muka dan hidung lebar

• Dahi masih menonjol

• Tarap kehidupannya lebih maju dibanding manusia sebelumnya

* 2000 SM

Kedatangan bangsa proto Melayu (Melayu Tua) dimana bangsa inilah (Malayan Mongoloid) yang dianggap sebagai leluhur bangsa Indonesia saat ini. Karena kebanyakan sekarang adalah keturunan mereka.

Kedatangan mereka dibagi menjadi dua jalur :

1. Jalur Utara dan Timur

– Melalui Teluk Tonkin menuju Taiwan (Formosa), Filipina, Sulawesi, dan Maluku dengan membawa kebudayaan kapak lonjong.

– Persebaran periode Proto Melayu ini membawa kebudayaan batu baru/Neolithikum.

2. Jalur Barat dan Selatan

– Melalui Semenanjung Malaka, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan Nusa Tenggara dengan membawa kebudayaan kapak persegi.

– Persebaran periode Deutro Melayu ini mebawa kebudayaan logam.

* 500 SM

Kedatangan bangsa melayu muda yang membawa kebudayaan lebih tinggi daripada melayu tua, Dan anak turun merekalah yang banyak di Indonesia saat ini..

Pertanyaannya : Bagaimana hilangnya Pitecantropus di Indonesia, Bagaimana Pula dengan Homo sapiens, Apakah ada peninggalan sejarah sebelum kedatangan bangsa proto melayu? Jadi siapa penduduk asli Indonesia sebenarnya? Banyak pertanyaan yang masih mengganjal nih..

Menggugat Perang Bubat


Perang Bubat

Pertama saya tertarik dengan kalimat di wikipedia “Perang Bubat adalah perang yang kemungkinan pernah terjadi pada masa pemerintahan raja Majapahit“. Bermula dari pertanyaan mengapa ada kata kemungkinan disitu? Satu hal yang pasti adalah terjadinya perang Bubat itu masih diragukan.

Secara pengetahuan umum hampir semua tahu perang ini, yaitu saat Baginda Raja Hayam Wuruk ingin memperistri Putri Sunda Dyah Pitaloka. Namun ketika berada di Bubat mereka dipaksa oleh Gajah Mada agar pernikahan itu bentuk takluknya Kerajaan Sunda terhadap Majapahit. Dan di perang itu semua tentara kerajaan Sunda meninggal tak bersisa termasuk Dyah Pitaloka yang bunuh diri.

Perang ini terjadi pada abad ke-14 di sekitar tahun 1360 M. Dimana catatan sejarah Pajajaran yang ditulis Saleh Danasasmita dan Naskah Perang Bubat yang ditulis Yoseph Iskandar menyebutkan bahwa niat pernikahan itu adalah untuk mempererat tali persaudaraan yang telah lama putus antara Majapahitdan Sunda.  Raden Wijaya yang menjadi pendiri kerajaan Majapahit, dianggap keturunan Sunda dari Dyah Lembu Tal dan suaminya yaitu Rakeyan Jayadarma,  raja kerajaan Sunda. Hal ini juga tercatat dalam Pustaka Rajyatajya i Bhumi Nusantara parwa II sarga 3. Dalam Babad Tanah Jawi, Raden Wijaya disebut pula dengan nama Jaka Susuruh dari Pajajaran. Meskipun demikian, catatan sejarah Pajajaran tersebut dianggap lemah kebenarannya, terutama karena nama Dyah Lembu Tal adalah nama laki-laki.

Berikut hal-hal yang membuat peristiwa Bubat ini layak dipertanyakan :

  • Kidung Sunda/Sundayana Sebagai Sumber Informasi Utama

Kidung ini berasal dari Bali dengan bahasa Jawa Pertengahan, Kidung ini ditemukan beberapa versi oleh seorang pakar Belanda bernama Prof Dr.C.C. Berg, Dua di antaranya pernah dibicarakan dan diterbitkannya yaitu kidung Sunda dan Kidung Sundayana, dimana kidung Sunda lebih panjang syairnya.(wikipedia)

Disini saya sudah mulai curiga, kidung sunda/sundayana yang menjadi referensi utama dari Perang Bubat ini ditemukan oleh seorang Belanda dan pengarang kidung Sundayana ini adalah Anonim. Jadi, dari proses asal-uslnya saja kidung Sunda ini sudah dipertanyakan. Walaupun saya juga masih belum bisa melacak bagaimana proses profesor ini menemukan kidung ini, apakah mencari-cari di perpustakaan Bali, atau dari mulut ke mulut, entahlah. Yang pasti kidung ini pertama kali ditemukan oleh beliau dan tidak diketahui siapa pengarangnya. Dan anehnya lagi kidung ini berada di Bali bukan di Jawa yang notabene disitulah tempat Majapahit dan Perang Bubat ini terjadi. Jadi, berdasar prasangka pribadi dan logika saya Belanda bermain dibalik keberadaan kidung Sunda/Sundayana ini. Seperti halnya kasus perang Aceh yang baru berhasil dimenangkan Belanda setelah ada penyusupan orang  Belanda yang menjadi ulama dan pemecah belah disana. Dan hal terpenting dari kidung ini adalah suatu karya seni bukan suatu karya sejarah seperti Negarakertagama.

  • Isi dari kidung Sundayana

Berikut ringkasan dari Kidung Sunda (source : wikipedia)

Pupuh I

Hayam Wuruk, raja Majapahit ingin mencari seorang permaisuri untuk dinikahi. Maka beliau mengirim utusan-utusan ke seluruh penjuru Nusantara untuk mencarikan seorang putri yang sesuai. Mereka membawa lukisan-lukisan kembali, namun tak ada yang menarik hatinya. Maka prabu Hayam Wuruk mendengar bahwa putri Sunda cantik dan beliau mengirim seorang juru lukis ke sana. Setelah ia kembali maka diserahkan lukisannya. Saat itu kebetulan dua orang paman prabu Hayam Wuruk, raja Kahuripan dan raja Daha berada di sana hendak menyatakan rasa keprihatinan mereka bahwa keponakan mereka belum menikah.

Maka Sri Baginda Hayam Wuruk tertarik dengan lukisan putri Sunda. Kemudian prabu Hayam Wuruk menyuruh Madhu, seorang mantri ke tanah Sunda untuk melamarnya.

Madhu tiba di tanah Sunda setelah berlayar selama enam hari kemudian menghadap raja Sunda. Sang raja senang, putrinya dipilih raja Majapahit yang ternama tersebut. Tetapi putri Sunda sendiri tidak banyak berkomentar.

Maka Madhu kembali ke Majapahit membawa surat balasan raja Sunda dan memberi tahu kedatangan mereka. Tak lama kemudian mereka bertolak disertai banyak sekali iringan. Ada dua ratus kapal kecil dan jumlah totalnya adalah 2.000 kapal, berikut kapal-kapal kecil.

Namun ketika mereka naik kapal, terlihatlah pratanda buruk. Kapal yang dinaiki Raja, Ratu dan Putri Sunda adalah sebuah “jung Tatar (Mongolia/Cina) seperti banyak dipakai semenjak perang Wijaya.” (bait 1. 43a.)

Sementara di Majapahit sendiri mereka sibuk mempersiapkan kedatangan para tamu. Maka sepuluh hari kemudian kepala desa Bubat datang melapor bahwa rombongan orang Sunda telah datang. Prabu Hayam Wuruk beserta kedua pamannya siap menyongsong mereka. Tetapi patih Gajah Mada tidak setuju. Ia berkata bahwa tidaklah seyogyanya seorang maharaja Majapahit menyongsong seorang raja berstatus raja vazal seperti Raja Sunda. Siapa tahu dia seorang musuh yang menyamar.

Maka prabu Hayam Wuruk tidak jadi pergi ke Bubat menuruti saran patih Gajah Mada. Para abdi dalem keraton dan para pejabat lainnya, terperanjat mendengar hal ini, namun mereka tidak berani melawan.

Sedangkan di Bubat sendiri, mereka sudah mendengar kabar burung tentang perkembangan terkini di Majapahit. Maka raja Sunda pun mengirimkan utusannya, patih Anepakěn untuk pergi ke Majapahit. Ia disertai tiga pejabat lainnya dan 300 serdadu. Mereka langsung datang ke rumah patih Gajah Mada. Di sana beliau menyatakan bahwa Raja Sunda akan bertolak pulang dan mengira prabu Hayam Wuruk ingkar janji. Mereka bertengkar hebat karena Gajah Mada menginginkan supaya orang-orang Sunda bersikap seperti layaknya vazal-vazal Nusantara Majapahit. Hampir saja terjadi pertempuran di kepatihan kalau tidak ditengahi oleh Smaranata, seorang pandita kerajaan. Maka berpulanglah utusan raja Sunda setelah diberi tahu bahwa keputusan terakhir raja Sunda akan disampaikan dalam tempo dua hari.

Sementara raja Sunda setelah mendengar kabar ini tidak bersedia berlaku seperti layaknya seorang vazal. Maka beliau berkata memberi tahukan keputusannya untuk gugur seperti seorang ksatria. Demi membela kehormatan, lebih baik gugur daripada hidup tetapi dihina orang Majapahit. Para bawahannya berseru mereka akan mengikutinya dan membelanya.

Kemudian raja Sunda menemui istri dan anaknya dan menyatakan niatnya dan menyuruh mereka pulang. Tetapi mereka menolak dan bersikeras ingin tetap menemani sang raja.

[sunting] Pupuh II (Durma)

Maka semua sudah siap siaga. Utusan dikirim ke perkemahan orang Sunda dengan membawa surat yang berisikan syarat-syarat Majapahit. Orang Sunda pun menolaknya dengan marah dan perang tidak dapat dihindarkan.

Tentara Majapahit terdiri dari prajurit-prajurit biasa di depan, kemudian para pejabat keraton, Gajah Mada dan akhirnya prabu Hayam Wuruk dan kedua pamannya.

Pertempuran dahsyat berkecamuk, pasukan Majapahit banyak yang gugur. Tetapi akhirnya hampir semua orang Sunda dibantai habisan-habisan oleh orang Majapahit. Anepakěn dikalahkan oleh Gajah Mada sedangkan raja Sunda ditewaskan oleh besannya sendiri, raja Kahuripan dan Daha. Pitar adalah satu-satunya perwira Sunda yang masih hidup karena pura-pura mati di antara mayat-mayat serdadu Sunda. Kemudian ia lolos dan melaporkan keadaan kepada ratu dan putri Sunda. Mereka bersedih hati dan kemudian bunuh diri. Semua istri para perwira Sunda pergi ke medan perang dan melakukan bunuh diri massal di atas jenazah-jenazah suami mereka.

[sunting] Pupuh III (Sinom)

Prabu Hayam Wuruk merasa cemas setelah menyaksikan peperangan ini. Ia kemudian menuju ke pesanggaran putri Sunda. Tetapi putri Sunda sudah tewas. Maka prabu Hayam Wurukpun meratapinya ingin dipersatukan dengan wanita idamannya ini.

Setelah itu, upacara untuk menyembahyangkan dan mendoakan para arwah dilaksanakan. Tidak selang lama, maka mangkatlah pula prabu Hayam Wuruk yang merana.

Setelah beliau diperabukan dan semua upacara keagamaan selesai, maka berundinglah kedua pamannya. Mereka menyalahkan Gajah Mada atas malapetaka ini. Maka mereka ingin menangkapnya dan membunuhnya. Kemudian bergegaslah mereka datang ke kepatihan. Saat itu patih Gajah Mada sadar bahwa waktunya telah tiba. Maka beliau mengenakan segala upakara (perlengkapan) upacara dan melakukan yoga samadi. Setelah itu beliau menghilang (moksa) tak terlihat menuju ketiadaan (niskala).

Maka raja Kahuripan dan raja Daha, yang mirip “Siwa dan Buddha” berpulang ke negara mereka karena Majapahit mengingatkan mereka akan peristiwa memilukan yang terjadi.

Secara analisis, Kidung Sunda harus dianggap sebagai karya sastra, dan bukan sebuah kronik sejarah yang akurat. Meskipun kemungkinan besar berasal dari Bali, tetapi tidak jelas apakah syair tsb. ditulis di Jawa atau di Bali.Kemudian nama penulis tidak diketahui dan masa penulisannyapun tidak diketahui secara pasti. Di dalam teks disebut-sebut tentang senjata api, ini menunjukkan kemungkinan bahwa Kidung Sunda baru ditulis paling tidak sekitar abad ke-16, saat orang nusantara baru mengenal mesiu, kurang lebih dua abad dari era Hayam Wuruk.

Lebih menarik lagi adalah bahwa dalam Kidung Sunda ternyata tidak disebutkan nama raja Sunda, ratu/permaisuri, dan putri raja. Diduga nama Maharaja Prabu Linggabuana dan nama putri Dyah Pitaloka Citraresmi sengaja diambil karena bertepatan pada tahun-tahun 1360an tersebut dia memang merupakan raja Sunda dan putrinya. (http://politikana.com/baca/2010/05/30/perang-bubat-sebuah-kebohongan-para-pemecah-belah-nusantara.html)

  • Tidak tertulis di Negarakertagama

Disini juga ada keanehan karena peristiwa bubat ini tidak tertulis dalam negarakertagama yang notabene ditulis oleh empu Prapanca sekitar tahun 1365 (satu tahun sepeninggal Gajah Mada). Adalah hampir tidak mungkin jika peristiwa besar sekaliber Perang Bubat dan belum lama terjadi tidak tercatat dalam kitab itu. Hanya disebutkan bahwa desa Bubat adalah suatu tempat yang memiliki lapangan yang luas, dan raja Hayam Wuruk pernah mengunjunginya untuk melihat pertunjukan seni dan hiburan.

Motif sebenarnya dari “Sejarah Perang Bubat”

Itulah yang menjadi sebuah pertanyaan besar,

Apakah benar perang tersebut pernah terjadi?

Sebuah pertanyaan yang mirip dengan statement presiden Iran Ahmaddinejad yang meragukan peristiwa Holocaust oleh Nazi kepada bangsa Yahudi..!!

Di bawah ini disajikan ringkasan dari Kidung Sunda. Ringkasan dibagi per pupuh.

[sunting] Pupuh I

Hayam Wuruk, raja Majapahit ingin mencari seorang permaisuri untuk dinikahi. Maka beliau mengirim utusan-utusan ke seluruh penjuru Nusantara untuk mencarikan seorang putri yang sesuai. Mereka membawa lukisan-lukisan kembali, namun tak ada yang menarik hatinya. Maka prabu Hayam Wuruk mendengar bahwa putri Sunda cantik dan beliau mengirim seorang juru lukis ke sana. Setelah ia kembali maka diserahkan lukisannya. Saat itu kebetulan dua orang paman prabu Hayam Wuruk, raja Kahuripan dan raja Daha berada di sana hendak menyatakan rasa keprihatinan mereka bahwa keponakan mereka belum menikah.

Maka Sri Baginda Hayam Wuruk tertarik dengan lukisan putri Sunda. Kemudian prabu Hayam Wuruk menyuruh Madhu, seorang mantri ke tanah Sunda untuk melamarnya.

Madhu tiba di tanah Sunda setelah berlayar selama enam hari kemudian menghadap raja Sunda. Sang raja senang, putrinya dipilih raja Majapahit yang ternama tersebut. Tetapi putri Sunda sendiri tidak banyak berkomentar.

Maka Madhu kembali ke Majapahit membawa surat balasan raja Sunda dan memberi tahu kedatangan mereka. Tak lama kemudian mereka bertolak disertai banyak sekali iringan. Ada dua ratus kapal kecil dan jumlah totalnya adalah 2.000 kapal, berikut kapal-kapal kecil.

Kapal jung. Ada kemungkinan rombongan orang Sunda menaiki kapal semacam ini.

Namun ketika mereka naik kapal, terlihatlah pratanda buruk. Kapal yang dinaiki Raja, Ratu dan Putri Sunda adalah sebuah “jung Tatar (Mongolia/Cina) seperti banyak dipakai semenjak perang Wijaya.” (bait 1. 43a.)

Sementara di Majapahit sendiri mereka sibuk mempersiapkan kedatangan para tamu. Maka sepuluh hari kemudian kepala desa Bubat datang melapor bahwa rombongan orang Sunda telah datang. Prabu Hayam Wuruk beserta kedua pamannya siap menyongsong mereka. Tetapi patih Gajah Mada tidak setuju. Ia berkata bahwa tidaklah seyogyanya seorang maharaja Majapahit menyongsong seorang raja berstatus raja vazal seperti Raja Sunda. Siapa tahu dia seorang musuh yang menyamar.

Maka prabu Hayam Wuruk tidak jadi pergi ke Bubat menuruti saran patih Gajah Mada. Para abdi dalem keraton dan para pejabat lainnya, terperanjat mendengar hal ini, namun mereka tidak berani melawan.

Sedangkan di Bubat sendiri, mereka sudah mendengar kabar burung tentang perkembangan terkini di Majapahit. Maka raja Sunda pun mengirimkan utusannya, patih Anepakěn untuk pergi ke Majapahit. Ia disertai tiga pejabat lainnya dan 300 serdadu. Mereka langsung datang ke rumah patih Gajah Mada. Di sana beliau menyatakan bahwa Raja Sunda akan bertolak pulang dan mengira prabu Hayam Wuruk ingkar janji. Mereka bertengkar hebat karena Gajah Mada menginginkan supaya orang-orang Sunda bersikap seperti layaknya vazal-vazal Nusantara Majapahit. Hampir saja terjadi pertempuran di kepatihan kalau tidak ditengahi oleh Smaranata, seorang pandita kerajaan. Maka berpulanglah utusan raja Sunda setelah diberi tahu bahwa keputusan terakhir raja Sunda akan disampaikan dalam tempo dua hari.

Sementara raja Sunda setelah mendengar kabar ini tidak bersedia berlaku seperti layaknya seorang vazal. Maka beliau berkata memberi tahukan keputusannya untuk gugur seperti seorang ksatria. Demi membela kehormatan, lebih baik gugur daripada hidup tetapi dihina orang Majapahit. Para bawahannya berseru mereka akan mengikutinya dan membelanya.

Kemudian raja Sunda menemui istri dan anaknya dan menyatakan niatnya dan menyuruh mereka pulang. Tetapi mereka menolak dan bersikeras ingin tetap menemani sang raja.

[sunting] Pupuh II (Durma)

Maka semua sudah siap siaga. Utusan dikirim ke perkemahan orang Sunda dengan membawa surat yang berisikan syarat-syarat Majapahit. Orang Sunda pun menolaknya dengan marah dan perang tidak dapat dihindarkan.

Tentara Majapahit terdiri dari prajurit-prajurit biasa di depan, kemudian para pejabat keraton, Gajah Mada dan akhirnya prabu Hayam Wuruk dan kedua pamannya.

Pertempuran dahsyat berkecamuk, pasukan Majapahit banyak yang gugur. Tetapi akhirnya hampir semua orang Sunda dibantai habisan-habisan oleh orang Majapahit. Anepakěn dikalahkan oleh Gajah Mada sedangkan raja Sunda ditewaskan oleh besannya sendiri, raja Kahuripan dan Daha. Pitar adalah satu-satunya perwira Sunda yang masih hidup karena pura-pura mati di antara mayat-mayat serdadu Sunda. Kemudian ia lolos dan melaporkan keadaan kepada ratu dan putri Sunda. Mereka bersedih hati dan kemudian bunuh diri. Semua istri para perwira Sunda pergi ke medan perang dan melakukan bunuh diri massal di atas jenazah-jenazah suami mereka.

[sunting] Pupuh III (Sinom)

Prabu Hayam Wuruk merasa cemas setelah menyaksikan peperangan ini. Ia kemudian menuju ke pesanggaran putri Sunda. Tetapi putri Sunda sudah tewas. Maka prabu Hayam Wurukpun meratapinya ingin dipersatukan dengan wanita idamannya ini.

Setelah itu, upacara untuk menyembahyangkan dan mendoakan para arwah dilaksanakan. Tidak selang lama, maka mangkatlah pula prabu Hayam Wuruk yang merana.

Setelah beliau diperabukan dan semua upacara keagamaan selesai, maka berundinglah kedua pamannya. Mereka menyalahkan Gajah Mada atas malapetaka ini. Maka mereka ingin menangkapnya dan membunuhnya. Kemudian bergegaslah mereka datang ke kepatihan. Saat itu patih Gajah Mada sadar bahwa waktunya telah tiba. Maka beliau mengenakan segala upakara (perlengkapan) upacara dan melakukan yoga samadi. Setelah itu beliau menghilang (moksa) tak terlihat menuju ketiadaan (niskala).

Maka raja Kahuripan dan raja Daha, yang mirip “Siwa dan Buddha” berpulang ke negara mereka karena Majapahit mengingatkan mereka akan peristiwa memilukan yang terjadi.

Kekayaan Sejarah dan Budaya Indonesia


Barusan dari sebuah pameran yang diselenggarakan IACI. Ternyata begitu kaya Indonesiaku ini akan budaya dan sejarah-sejarah yang hingar bingar. Banyak cerita tentang situs musok zaman megalitikum, batik yang mempunyai nilai filosofis tinggi hingga pohon budaya yang dapat menggambarkan keragaman budaya Indonesia yang tetap dalam bungkusan Bhineka Tunggal Ika….

Keren memang budaya kita ini, namun apakah kita sadar apa nggak dengan semua ini. Ha ha, malu untuk menjawab. Banyak sudah fakta mengatakan bahwa kita sudah menyia-nyiakan budaya kita mulai dari klaim negeri jiran atas beberapa budaya kita, penggunaan batik di barang-barang seperti adidas dan banyak contoh lain ketidak pedulian kita. Mungkin kita menganalogikan kebudayaan kita seperti ” Sandal Jepit”. Barang yang selalu kita injak-injak, dipakai bila ke WC. Namun ketika sandal ini hilang baru kita marah-marah menuduh ada yang mencuri…???

Saatnya melihat budaya kita tidak lagi sebagai warisan sejarah tapi lebih sebagai suatu bagian dari inovasi dan kreativitas. Ingat sekarang sudah bukan lagi jaman teknologi sudah mulai beralih ke dunia penuh inovasi dan kreativitas dalam sarana yangdinamakan informasi. So, selamat datang era baru, mari sambut dengan inovasi dan kreativitas budaya kita.^_^